KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM
KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Manusia
merupakan makhluk ciptaan Allah yang diberikan kesempurnaan dibandingkan
makhluk lain, maka dari itu ada beberapa manusia yang memang menggunakan
akalnya untuk mengkaji hal-hal yang belum ada sebagai rasa keingintauan seperti
halnya pada makalah ini juga akan mengkaji yaitu bukti adanya Tuhan dengan melihat
alam ini,
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Pengertian
Tuhan.
2.
Pemikiran umat Islam tentang Tuhan.
3.
Konsep keTuhanan dalam Islam.
4.
Bukti adanya Tuhan.
C.
TUJUAN
1.
Untuk
mengetahui pengertian Tuhan.
2.
Untuk
mengetahui Pemikiran umat Islam tentang Tuhan.
3.
Untuk
mengetahui Konsep keTuhanan dalam Islam.
4.
Untuk
mengetahui bukti adanya Tuhan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tuhan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tuhan adalah
sesuatu yang di yakini, di puja , di cintai, di sembah oleh manusia , sebagai
yang Maha Kuasa, Maha Perkasa, di aku mendatangkan kemaslahatan, dan lain
sebagainya. Kalimat Tuhan dapat di pergunakan untuk apa saja yang di puja dan
di sembah oleh manusia. baik persembahan yang benar maupun yang salah. Dalam
Al-Qur'an Allah Berfirman:“ Maka pernahkah kamu melihat orang yang
menjadikan hawa nafsunya sebagai
Tuhannya….?” (Q.S. Al-Jaatsiyah: 23) dan Dalam QS 28 (Al-Qashash):38,
perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya sendiri : “Dan Fir’aun
berkata: Wahai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku.”
Perkataan ilah, yang selalu diterjemahkan “Tuhan”, dalam
al-Qur’an dipakai untuk menyatakan berbagai objek yang dibesarkan atau
dipentingkan manusia, misalnya dalam surat al-Furqan ayat 43.
أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ
عَلَيْهِ وَكِيلا
Artinya:Terangkanlah kepadaku tentang
orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya ?
Dalam surat al-Qashash ayat 38,
perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya sendiri:
وَقَالَ فِرْعَوْنُ يَا أَيُّهَا الْمَلأ مَا عَلِمْتُ لَكُمْ مِنْ
إِلَهٍ
Artinya:Dan Fir’aun berkata: ‘Wahai para
pembesar hambaku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain aku’.
Contoh ayat-ayat tersebut di atas
menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa mengandung arti berbagai benda,
baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi maupun benda nyata (Fir’aun atau
penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam al-Qur’an juga
dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna:
ilaahaini), dan banyak (jama’: aalihatun). Untuk dapat mengerti tentang
definisi Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan logika al-Qur’an
adalah sebagai berikut:
Tuhan (ilah) ialah sesuatu
yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga
manusia merelakan dirinya dikuasai olehnya. Perkataan dipentingkan
hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai,
diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan,
dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian.
Ibnu Taimiyah memberikan definisi
al-ilah sebagai berikut:
Al-ilah ialah: yang dipuja dengan
penuh kecintaan hati, tunduk kepadanya, merendahkan diri di hadapannya, takut,
dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan,
berdo’a, dan bertawakkal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta
perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan
terpaut cinta kepadanya.[[1]]
Berdasarkan definisi tersebut di
atas dapat dipahami, bahwa Tuhan itu bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan
oleh manusia. Yang pasti ialah manusia tidak mungkin atheis, tidak mungkin
tidak ber-Tuhan. Berdasarkan logika al-Qur’an setiap manusia pasti mempunyai
sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan demikian, orang-orang komunis pada
hakikatnya ber-Tuhan juga. Adapun Tuhan mereka ialah ideologi atau angan-angan
(utopia) mereka.
Dalam ajaran Islam diajarkan
kalimat “Laa illaha illaa Allah”. Susunan kalimat tersebut dimulai
dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan suatu
penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus
membersihkan dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, yang ada dalam hatinya
hanya satu Tuhan yang bernama Allah.
Pemikiran
tentang Tuhan dalam islam melahirkan ilmu kalam, ilmu tauhid atau ilmu
ushuluddin dikalangan umat Islam, setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw.
Aliran-aliran tersebut ada yang bersifat liberal, tradisional dan ada aliran
diantara keduanya. Ketiga corak pemikiran ini mewarnai sejarah pemikiran ilmu
ketuhanan (teologi) dalam Islam. Aliran-aliran tersebuut adalah:
a.
Muktazilah, adalah kelompok rasionalis
dikalangan orang Islam, yang sangat menekankan penggunaan akal dalam memahami
semua ajaran Islam. Dalam menganalisis masalah ketuhanan, mereka memakai
bantuan ilmu logika guna mempertahankan keimanan.
b.
Qodariyah, adalah kelompok yang berpendapat
bahwa manusia memiliki kebebasan berkehendak dan berbuat.[[2]]
Manusia berhak menentukan dirinya kafir atau mukmin sehingga mereka harus
bertanggung jawab pada dirinya. Jadi, tidak ada investasi Tuhan dalam perbuatan
manusia.
c.
Jabariyah, adalah kelompok yang berpendapat
bahwa kehendak dan perbuatan manusia sudah ditentukan Tuhan. Jadi, manusia
dalam hal ini tak ubahnya seperti wayang. Ikhtiar dan doa yang dilakukan
manusia tidak ada gunanya.
d.
Asy’ariyah dan Maturidiyah, adalah kelompok yang mengambil jalan tengah antara Qodariyah dan Jabariyah. Manusia wajib berusaha semaksimal mungkin. Akan tetapi,
Tuhanlah yang menentukan hasilnya.
C. Konsep Ketuhanan dalam Islam
Konsep Ketuhanan dapat diartikan sebagai kecintaan, pemujaan atau sesuatu
yang dianggap penting oleh manusia terhadap sesuatu hal (baik abstrak maupun
konkret).[[3]] Istilah Tuhan dalam sebutan
Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu setiap yang menjadi penggerak atau
motivator, sehingga dikagumi dan dipatuhi oleh manusia. Orang yang mematuhinya
di sebut abdun (hamba). Kata ilaah (tuhan) di dalam Al-Quran konotasinya ada
dua kemungkinan, yaitu Allah, dan selain Allah. Subjektif (hawa nafsu)
dapat menjadi ilah (tuhan). Benda-benda seperti : patung, pohon, binatang, dan
lain-lain dapat pula berperan sebagai ilah. Demikianlah seperti dikemukakan
pada surat Al-Baqarah (2) : 165, sebagai berikut:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ
كَحُبِّ اللَّهِ
Artinya:Diantara manusia ada yang
bertuhan kepada selain Allah, sebagai tandingan terhadap Allah. Mereka
mencintai tuhannya itu sebagaimana mencintai Allah.
Sebelum turun Al-Quran dikalangan
masyarakat Arab telah menganut konsep tauhid (monoteisme). Allah sebagai Tuhan
mereka. Hal ini diketahui dari ungkapan-ungkapan yang mereka cetuskan, baik
dalam do’a maupun acara-acara ritual. Abu Thalib, ketika memberikan khutbah
nikah Nabi Muhammad dengan Khadijah (sekitar 15 tahun sebelum turunya Al-Quran)
ia mengungkapkan kata-kata Alhamdulillah. (Lihat Al-Wasith,hal 29). Adanya nama
Abdullah (hamba Allah) telah lazim dipakai di kalangan masyarakat Arab sebelum
turunnya Al-Quran. Keyakinan akan adanya Allah, kemaha besaran Allah, kekuasaan
Allah dan lain-lain, telah mantap. Dari kenyataan tersebut timbul pertanyaan
apakah konsep ketuhanan yang dibawakan Nabi Muhammad? Pertanyaan ini muncul
karena Nabi Muhammad dalam mendakwahkan konsep ilahiyah mendapat tantangan
keras dari kalangan masyarakat. Jika konsep ketuhanan yang dibawa Muhammad sama
dengan konsep ketuhanan yang mereka yakini tentu tidak demikian kejadiannya.
Pengakuan mereka bahwa Allah sebagai pencipta semesta alam dikemukakan
dalam Al-Quran surat Al-Ankabut (29) ayat 61 sebagai berikut;
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَوَسَخَّرَ
الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ
لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ
Artinya:Jika kepada mereka ditanyakan, “Siapa yang menciptakan lagit dan
bumi, dan menundukkan matahari dan bulan?” Mereka pasti akan menjawab Allah.
Dengan demikian seseorang yang
mempercayai adanya Allah, belum tentu berarti orang itu beriman dan bertaqwa
kepada-Nya. Seseorang baru layak dinyatakan bertuhan kepada Allah jika ia telah
memenuhi segala yang diperintahkan oleh Allah. Atas dasar itu inti konsep
ketuhanan Yang Maha Esa dalam Islam adalah memerankan ajaran Allah yaitu
Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari atau menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman
dalam kehidupan sehari-hari.
Tuhan berperan bukan sekedar
Pencipta, melainkan juga pengatur alam semesta. Tuan tidak hanya sekedar
menciptakan sesuatu tetapi Tuhan juga mengaturnya dengan sebaik-baiknya.
Pernyataan lugas dan sederhana
cermin manusia bertuhan Allah sebagaimana dinyatakan dalam surat Al-Ikhlas. Kalimat syahadat adalah
pernyataan lain sebagai jawaban atas perintah yang dijaukan
pada surat Al-Ikhlas tersebut. Ringkasnya jika Allah yang harus
terbayang dalam kesadaran manusia yang bertuhan Allah adalah disamping Allah
sebagai Zat, juga Al-Quran sebagai ajaran serta Rasullullah sebagai Uswah hasanah.
D. Bukti Adanya Tuhan
1. Keberadaan Alam semesta, sebagai bukti adanya Tuhan
Ismail
Raj’I Al-Faruqi mengatakan prinsip dasar dalam Teologi Islam, yaitu Khalik dan
makhluk. Khalik adalah pencipta, yakni Allah swt, hanya Dialah
Tuhan yang kekal, abadi, dan transeden. Tidak selamanya mutlak Esa dan tidak
bersekutu. Sedangkan makhluk adalah yang diciptakan, berdimensi ruang dan
waktu, yaitu dunia, benda, tanaman, hewan, manusia, jin, malaikat langit dan
bumi, surga dan neraka.
Adanya
alam semesta organisasinya yang menakjubkan bahwa dirinya ada dan percaya pula
bahwa rahasia-rahasianya yang unik, semuanya memberikan penjelasan bahwa ada
sesuatu kekuatan yang telah menciptakannya.
Setiap manusia normal akan percaya bahwa
dirinya ada dan percaya pula bahwa alam ini juga ada. Jika kita percaya tentang
eksistensinya alam, secara logika kita harus percaya tentang adanya penciptaan
alam semesta. Pernyataan yang mengatakan “Percaya adanya makhluk, tetapi
menolak adanya khalik, adalah suatu pernyataan yang tidak benar”.
Kita belum
pernah mengetahui adanya sesuatu yang berasal dari tidak ada tanpa diciptakan.
Segala sesuatu bagaimanapun ukurannya, pasti ada penciptanya, dan pencipta itu
tiada lain adalah Tuhan. Dan Tuhan yang kita yakini sebagai pencipta alam
semesta dan seluruh isinya ini adalah Allah Swt.
2. Pembuktian adanya Tuhan dengan Pendekatan Fisika
Ada
pendapat dikalangan ilmuwan bahwa alam ini azali. Dalam pengertian lain alam
ini mencpitakan dirinya sendiri. Ini jelas tidak mungkin, karena bertentangan
dengan hukum kedua termodinamika. Hukum ini dikenal dengan hukum keterbatasan
energi atau teori pembatasan perubahan energi panas yang membuktikan bahwa
adanya alam ini mungkin azali.
Hukum
tersebut menerangkan energi panas selalu berpindah dari keadaan panas beralih
menjadi tidak panas, sedangkan kebalikannya tidak mungkin, yakni energi panas
tidak mungkin berubah dari keadaan yang tidak panas berubah menjadi
panas. Perubahan energi yang ada dengan energi yang tidak ada.
Dengan bertitik tolak dari kenyataan
bahwa proses kerja kimia dan fisika terus berlangsung, serta kehidupan tetap
berjalan. Hal ini membuktikan secara pasti bahwa alam bukanlah bersifat azali.
Jika alam ini azali sejak dahulu alam sudah kehilangan energi dan sesuai hukum
tersebut tentu tidak akan ada lagi kehidupan di alam ini.
3. Pembuktian adanya Tuhan dengan Pendekatan Astronomi
Astronomi
menjelaskan bahwa jumlah bintang di langit saperti banyaknya butiran pasir yang
ada di pantai seluruh dunia. Benda ala yang dekat dengan bumi adalah bulan,
yang jaraknya dengan bumi sekitar 240.000 mil, yang bergerak mengelilingi bumi,
dan menyelesaikan setiap edaranya selama 20 hari sekali.
Demikian
pula bumi yang terletak 93.000.000.000 mil dari matahari berputar dari porosnya
dengan kecepatan 1000 mil perjam dan menempuh garis edarnya sepanjang
190.000.000 mil setiap setahun sekali. Dan sembilan planet tata surya termasuk
bumi, yang mengelilingi matahari dengan kecepatan yang luar biasa.
Matahari
tidak berhenti pada tempat tertentu, tetapi ia beredar bersama dengan planet-planet
dan asteroid-asteroid mengelilingi garis edarnya dengan kecepatan 600.00 mil
perjam. Disamping itu masih ada ribuan sistem selain sistem tata surya kita dan
setiap sistem mempunyai kumpulan atau galaxy sendiri-sendiri. Galaxy-galaxy
tersebut juga beredar pada garis edarnya. Galaxy sistem matahari kita, beredar
pada sumbunya dan menyelesaikan edarannya sekali dalam 200.000.000 tahun
cahaya.
Logika
manusia memperhatikan sistem yang luar biasa dan organisasi yang teliti.
Berkesimpulan bahwa mustahil semuanya ini terjadi dengan sendirinya. Bahkan
akan menyimpulkan, bahwa dibalik semuanya itu pasti ada kekuatan yang maha
besar yang membuat dan mengendalikan semuanya itu, kekuatan maha besar itu
adalah Tuhan.
4. Argumentasi Qur’ani
Allah
Swt. berfirman, termaktub dalam surat Al-Fatihah ayat 2 yang terjemahya
“Seluruh puja dan puji hanalah milik Allah Swt, Rabb alam semesta”.
Lafadz
Rabb dalam ayat tersebut, artinya Tuhan yang dimaksud adalah Allah Swt. Allah
Swt sebagai “Rabb” maknanya dijelaskan dalam surat Al-A’la ayat 2-3, yang
terjemahannya “Allah yang menciptakan dan menyempurnakan, yang menentukan
ukuran-ukuran ciptaannya dan memberi petunjuk”. Dari ayat tersebut
jelaslah bahwa Allah Swt yang menciptakan ciptaannya, yaitu alam semesta,
menyempurnakan, menentukan aturan-aturan dan memberi petunjukterhadap
ciptaannya. Jadi, adanya alam semesta dan seisinya tidak terjadi dengan
sendirinya. Akan tetapi, ada yang menciptakan dan mengatur yaitu Allah Swt.
Didalam
surat Al-A’raf ayat 54, termaktub yang “Tuhanmu adalah Allah yang telah
menciptakan langit dan bumi dalam enam hari”. Lafadz Ayyam adalah
jamak dari yaum yang berarti periode. Jadi, sittati
ayyam berarti enam periode dan tentunya membutuhkan
proses waktu yang sangat panjang.
Dalam
menciptakan sesuatu memang Allah tinggal berfirman Kun Fayakun yang
artinya jadilah maka jadi. Akan tetapi, dimensi manusia dengan Allah berbeda
sampai kepada manusia membutuhkan waktu enam periode. Hal ini agar manusia
dapat meneliti dan mengkaji dengan metode ilmiahnya sehingga muncul atau lahir
berbagai macam ilmu pengetahuan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tuhan adalah sesuatu yang di yakini, di puja , di
sembah oleh manusia , sebagai yang Maha Kuasa, Maha Perkasa dan lain sebagai
nya. Kalimat Tuhan dapat di pergunakan untuk apa saja yang di puja dan di
sembah oleh manusia. baik persembahan yang benar atau yang salah. Kemudian keberadaannya atau bukti keberadaannya dapat
kita pastikan dengan melihat alam semesta ini.
DAFTAR PUSTAKA
Asri Anggun S, Konsep Ketuhanan dalam Islam, http://asrianggun2012.blogspot.com /2012/10/ makalah-konsep-ketuhanan.html, 01 Oktober 2013, Pukul
20.42 WIB.
Abdurrahim, Muhammad, Imaduddin, Kuliah
Tauhid, (Jakarta: Yayasan Sari Insan, 1989), hlm. 54-56.
Jusuf, Zaghlul, Dr, SH., Studi
Islam, (Jakarta: Ikhwan, 1993), h. 26-37.
[1]. Abdurrahim, Muhammad, Imaduddin, Kuliah Tauhid,
(Jakarta: Yayasan Sari Insan, 1989), h. 16-21, 54-56



Komentar
Posting Komentar