PEMBAGIAN DAN CANGKUPAN MASING-MASING SERTA LATAR BELAKANG MUNCULNNYA TASAWUF

PEMBAGIAN DAN CANGKUPAN MASING-MASING SERTA LATAR BELAKANG MUNCULNNYA TASAWUF

I. PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Tasawuf merupakan salah satu aspek (esoteris) Islam, sebagai perwujudan dari ihsan yang berarti kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung seorang hamba dengan tuhan-Nya. Esensi tasawuf sebenarnya telah ada sejak masa kehidupan rasulullah saw, namun tasawuf sebagai ilmu keislaman adalah hasil kebudayaan Islam sebagaimana ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti fiqih dan ilmu tauhid. Pada masa rasulullah belum dikenal istilah tasawuf, yang dikenal pada waktu itu hanyalah sebutan sahabat nabi.
Munculnya istilah tasawuf baru dimulai pada pertengahan abad III Hijriyyah oleh abu Hasyimal-Kufi (w. 250 H.) dengan meletakkan al-Sufi dibelakang namanya. Dalam sejarah Islam sebelum timbulnya aliran tasawuf, terlebih dahulu muncul aliran zuhud. Aliran zuhud timbul pada akhir abad I dan permulaan abad II Hijriyyah.
Tasawuf itu timbul karena dari keadaan jiwa manusia sendiri yang aktif berakat kerohani-rohanian yang rindu bertemu dengan Tuhan atau bisa juga berpangkal denga faktor historis.
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang pembagian adalam tasawuf dan cankupannya serta latar belakang timbulnya tasawuf sebagaimana rumusan masalah di bawah ini

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Pengertian tasawuf.
2.      Pembagian tasawuf.
3.      Cangkupan tasawuf.
4.      Latar belakang munculnya tasawuf.

C.     TUJUAN
1.      Untuk mengetahui pengertian tasawuf.
2.      Untuk mengetahui pembagian tasawuf.
3.      Untuk mengetahui cangkupan dalan tasawuf.
4.      Untuk mengetahui latar belakang tasawuf

II.    PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN TASAWUF.
Ada beberapa pendapat tentang asal-usul kata tasawuf.
1.      Tasawuf berasal dari kata safa’, yang berarti bersih. Dinamakan shufi karena hatinya tulus dan bersih di hadapan Tuhannya.
2.      Tasawuf berasal dari kata saff, artinya saf atau baris. Mereka dinamakan sebagai para sufi, demikian menurut pendapat ini, karena pada baris (saff) pertama di depan Allah, karena besarnya keinginan mereka akan Dia.
3.      Tasawuf berasal dari kata suffah atau suffah al-masjid, artinya serambi mesjid. Istilah ini dihubungkan dengan suatu tempat di mesjid Nabawi yang didiami oleh sekelompok para sahabat Nabi yang sangat fakir dan tidak mempunyai tempat tinggal.
4.      Tasawuf berasal dari kata suf, yaitu bulu domba atau wol. Mereka tidak memakai pakaian yang halus disentuh atau indah dipandang, untuk menyenangkan dan menentramkan jiwa.
5.      Ada lagi yang menyatakan bahwa kata shufi itu berasal dari bahasa Yunani yaitu Shoposyang berarti hikmat. Namun dari segi Etimologi kelihatannya masih diragukan, huruf S pada kata shopos ditransliterasikan ke dalam bahasa Arab menjadi سdan bukan صseperti terdapat dalam kata فلسفةdari kata philoshopia. Dengan demikian kara shufi seharusnya ditulisسوفىdan bukan صوفى. Namun apabila diperhatikan dengan seksama, nampaknya teori yang mengatakan bahwa shufi yang berarti bulu atau wool lebih dapat diterima.
6.      Dalam perkembangan selanjutnya, kata tersebut mengandung makna baru yang sering dikaitkan kepada 3 pengertian, yaitu :
a.       Tasawuf sering dipahami sebagai serangkaian akhlak atau adab yang harus dijalankan manusia ketika ingin mendekati Allah.
b.      Tasawuf sebagai cara untuk mencapai ma’rifat, untuk mencapai pengetahuan.
c.       Dalam kaiatannya dengan filsafat, tasawuf bisa disebut sebagai mazhab etika, karena ada kaitannya dengan upaya mengetahui nilai baik dan buruk.

B.     PEMBAGIAN TASAWUF.
Jika pada akhir abad II ajaran sufi berupa kezuhudan, maka pada abad ketiga ini orang sudah ramai membicarakan tentang lenyap dalam kecintaan (fana fi mahbub), bersatu dalam kecintaan (ittihad fi mahbub), bertemu dengan Tuhan (liqa’) dan menjadi satu dengan Tuhan (‘ain al jama’). Abu Yazid al-Bushthami (261 H) adalah seorang sufi Persia yang pertamakali menggunakan istilah fana’ sehingga dia dibilang sebagai peletak batu pertama dalam aliran ini. Nicholson mengatakan bahwa Abu Yazid adalah dijuluki sebagai pendiri tasawuf yang berasal dari Persia  yang memasukkan ide wahdatul wujud sebagai pemikiran orisinil dari Timur sebagaimana thesofi merupakan kekhususan pemikiran Yunani.
Sesudah Abu Yazid, muncul lagi seorang sufi kenamaan Al Hallaj (w. 309 H) yang terkenal dengan teori hululnya (inkarnasi Tuhan). Percampuran antara roh manusia dengan Tuhan diumpamakan al Hallaj bagaikan bercampurnya air dengan khamer, jika ada sesuatu yang menyentuh-Nya maka mententuh aku. Di samping teori hululnya dia juga mempunyai pandangan tentang teori nur Muhammad dan  wahdat al adyan.
Dengan demikian tasawuf pada abad III dan IV Hijriyah lebih mengarahkan pada ciri psikomoral dan perhatiannya diarahkan pada moral serta tingkah laku. Sudah sedemikian berkembang, sehingga sudah merupakan mazhab, bahkan seolah-olah agama yang berdiri sendiri.
Pada abad III dan IV Hijriyah ini terdapat 2 aliran, yaitu :
a.      Aliran tasawuf sunni, yaitu bentuk tasawuf yang memagari dirinya dengan Alquran dan al-Hadits secara ketat, serta mengaitkan ahwal (keadaan) dan maqamat (tingkatan rohaniah) mereka kepada kedua sumber tersebut.
b.     Aliran tasawuf semi falsafi, di mana para pengikutnya cenderung pada ungkapan-ungkapan ganjil (syathahiyat) serta bertolak dari keadaan fana menuju pernyataan tentang terjadinya penyatuan (ittihad atau hulul).

C.     LATAR BELAKANG MUNCULNYA TASAWUF.
Timbulnya tasawuf dalam islam tidak bisa dipisahkan dengan kelahiran islam itu sendiri, yaitu semenjak Muhammad diutus menjadi Rasul untuk segenap umat manusia dan alam semesta. Fakta sejarah menunjukan bahwa pribadi Muhammad sebelum diangkat menjadi Rasul telah berulang kali melakukan tahanuts dan khalawat di gua Hira’ disamping untuk mengasingkan diri dari masyarakat kota Mekkah yang sedang mabuk memperturutkan hawa nafsu keduniaan. Di sisi lain Muhammad juga berusaha mencari jalan untuk membersihkan hati dan mensucikan noda- noda yang menghinggapi masyarakat pada masa itu. Tahanuts dan khalawat yang dilakukan Muhammad SAW bertujuan untuk mencari ketenagan jiwa dan keberhasilan hati dalam menempuh liku- liku probelma kehidupan yang beraneka ragam , berusaha untuk memperoleh petunjuk dan hi dayah serta mencari hakikat kebenaran , dalam situasi yang demikianlah Muhammad menerima Wahyu dari Allah SWT, yang berisi ajaran- ajaran dan peraturan- peraturan sebagai pedoman dalam mencapai kebahagiaan hidup didunia dan diakhirat.
Dalam sejarah islam sebelum munculnya aliran tasawuf, terlebih dahulu muncul aliran zuhud pada akhir abad ke I (permulaan abad ke II). Pada abad I Hijriyah lahirlah Hasan Basri seorang zahid pertama yang termashur dalam sejarah tasawuf. Beliau lahir di Mekkah tahun 642 M, dan meninggal di Basrah tahun 728M.
 Ajaran Hasan Basri yang pertama adalah Khauf dan Rajah’ mempertebal takut dan harap kepada Tuhan, setelah itu muncul guru- guru yang lain, yang dinamakan qari’ , mengadakan gerakan pembaharuan hidup kerohanian di kalangan umat muslim. Sebenarnya bibit tasawuf sudah ada sejak itu, garis- garis mengenai tariq atau jalan beribadah sudah kelihatan disusun, dalam ajaran- ajaran yang dikemukakan disana sini sudah mulai mengurangi makna (ju’), menjauhkan diri dari keramaian dunia ( zuhud ).
Abu al- Wafa menyimpulkan, bahwa zuhud islam pada abad I dan II Hijriyah mempunyai karakter sebagai berikut:
  1. Menjaukan diri dari dunia menuju akhirat yang berakar pada nas agama , yang dilator belakangi oleh sosipolitik, coraknya bersifat sederhana, praktis( belum berwujud dalam sistematika dan teori tertentu ), tujuanya untuk meningkatkan moral.
  2. Masih bersifat praktis, dan para pendirinya tidak menaruh perhatian untuk menyusun prinsip- prinsip teoritis atas kezuhudannya itu. Sementara sarana- saranapraktisnya adalah hidup dalam ketenangan dan kesederhanaan secara penuh, sedikit makan maupun minum, banyak beribadah dan mengingat Allah SWT. Dan berlebih- lebihan dalam merasa berdosa, tunduk mutlak kepada kehendak Nya., dan berserah diri kepada Nya. Dengan demikian tasawuf pada masa itu mengarah pada tujuan moral.
  3. Motif zuhudnya ialah rasa takut yaitu rasa takut, yaitu rasa takut yang muncul dari landasan amal keagamaan secara sungguh- sungguh. Sementara pada akhir abad II Hijriyah, ditangan Rabi’ah al- Adawiyah muncul motif rasa cinta, yang bebas dari rasa takut trhadap adhab- Nya maupun harapan terhadap pahala Nya. Hal ini dicerminkan lewat penyucian diri dan abstraksinya dalam hubungan antara manusia dengan Tuhan.
  4. Ahkir abad II Hijriyah, sebagian zahid, khususnyadi Khurasan, dan Rabi’ah al- Adawiyah ditandai kedalaman membuat analisa, yang bias dipandang sebagai masa pendahuluan tasawuf, atau cikal bakal para pendiri tasawuf falsafati abad ke- III dan IV Hijriyah. Abu al- Wafa lebih sependapat kalau mereka dinamakan zahid, qari’, dan nasik (bukan sufi) (Abu alo- Wafa, 1970). Sejalan dengan pemikiran ini, sebelum Abu al- Wafa, al- Qusyairi tidak memasukkan Hasan al- Basri dan Rabi’ah al-Adawiyyah dalam deretan guru tasawuf.
Sedangkan zuhud menurut para ahli sejarah tasawuf adalah fase yang mendahului tasawuf. Menurut Harun Nasution, station yang terpenting bagi seorang calon sufi ialah zuhd yaitu keadaan meninggalkan dunia dan hidup kematerian. Sebelum menjadi sufi, seorang calon harus terlebih dahulu menjadi zahid. Sesudah menjadi zahid, barulah ia meningkat menjadi sufi. Dengan demikian tiap sufi ialah zahid, tetapi sebaliknya tidak setiap zahid merupakan sufi.
Secara etimologis, zuhud berarti raghaba ‘ansyai’in wa tarakahu, artinya tidak tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Zahada fi al-dunya, berarti mengosongkan diri dari kesenangan dunia untuk ibadah.
Berbicara tentang arti zuhud secara terminologis menurut Prof. Dr. Amin Syukur, tidak bisa dilepaskan dari dua hal. Pertama, zuhud sebagai bagian yang tak terpisahkan dari tasawuf. Kedua, zuhud sebagai moral (akhlak) Islam dan gerakan protes. Apabila tasawuf diartikan adanya kesadaran dan komunikasi langsung antara manusia dengan Tuhan sebagai perwujudan ihsan, maka zuhud merupakan suatu station (maqam) menuju tercapainya “perjumpaan” atau ma’rifat kepada-Nya. Dalam posisi ini menurut A. Mukti Ali, zuhud berarti menghindar dari berkehendak terhadap hal – hal yang bersifat duniawi atau ma siwa Allah. Berkaitan dengan ini al-Hakim Hasan menjelaskan bahwa zuhud adalah “berpaling dari dunia dan menghadapkan diri untuk beribadah melatih dan mendidik jiwa, dan memerangi kesenangannya dengan semedi (khalwat), berkelana, puasa, mengurangi makan dan memperbanyak dzikir”.
Jadi zuhud merupakan hal yang tidak bisa terpisahkan dengan tasawuf sebagai seorang zahid yang menjauhkan diri dari kelezatan duniaserta mengingkarinya serta lebih mengutamakan kehidupan yang kekal dengan mendekatkan diri untuk supaya tercapai keridhoan dan makrifat perjumpaan dengan-Nya. Hal ini agar lebih mendekatkan diri sebagai makhluk dengan Kholik sehingga dapat meraih keuntungan akhirat.
Kedua, zuhud sebagai moral (akhlak) Islam, dan gerakan protes yaitu sikap hidup yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim dalam menatap dunia fana ini. Dunia dipandang sebagai sarana ibadah dan untuk meraih keridlaan Allah swt., bukan tujuan tujuan hidup, dan di sadari bahwa mencintai dunia akan membawa sifat – sifat mazmumah (tercela). Keadaan seperti ini telah dicontohkan oleh Nabi dan para sahabatnya.
Zuhud disini mengandung makna tidak berbangga atas kemewahan dunia dan tidak membuat ingkar terhadap Allah SWT serta tetap berusaha bekerja. Hal ini hanyalah sebagai sarana ibadah meraih keridhoan-Nya, bukan sebagai tujuan akhir hidup.
Sifat zuhud inilah yang menjadi salah satu akibat suatu peristiwa dan lanjutan munculnya tasawuf, yaitu sebagai reaksi kaum muslimin terhadap sistem social politik dan ekonomi di kalangan islam sendiri. Ketika islam mulai tersebar ke berbagai penjuru dunia, setelah tempo sahabat (zaman tabiin abad ke I dan II) baik pada masa Kholifah maupun masa daulah-daulah setelahnya banyak terjadi pertikaian politik ataupun kemakmuran satu pihak, sudah mulai beubah kondisinya dari masa sebelumnya. Sehingga menimbulkan pula peperangan saudara antara Ali bin Abi Tholib dengan Mu’awiyah yang bermula fitnah pada Utsman bin Affan. Dengan adanya peristiwa tersebut membuat masyarakat dan ulama tidak ingin terlibat terhadap pergolakan yang ada serta tidak mau kemewahan dunia. Mereka lebih memilih untuk mengasingkan diri agar bisa mengembalikan kondisi lingkungan kehidupan islam seperti dahulu, yaitu seperti masa Nabi SAW, para sahabat serta para pengikutnya yang sesuai dengan berlandaskan Al-Qur’an dan Al-Hadist pada jalan yang benar menuju Rabb Yang Maha Esa.
Pada masa Bani Umayyah sistem pemerintahan berubah menjadi monarki sehingga bebas berbuat kezaliman (terlebih kepada lawan politiknya yaitu Syiah). Sampai terbunuhlah Husen bin Ali di Karbala dengan kekejaman Bani Umayah, sehingga penduduk Kufah menyesal mendukung pihak yang melawan Husein. Kemudian kelompok ini bernama Tawwabun yang dipimpin Mukhtar bin Ubaid as-Saqafi untuk membersihkan diri serta beribadah. Demikian pula dari segi social yang bermewah-mewahan jauh dari seperti zaman Nabi SAW. Kholifah Yazid yang dikenal pemabuk membuat kaum muslimin merasa berkewajiban menyeru hidup zuhud, sederhana, saleh dan tidak terjebak hawa nafsu seta kembali melirik pada kesederhanaan kehidupan Nabi SAW dan para sahabatbya. Saat itulah kehidupan zuhud menyebar luas di maaasyarakat pada abad-abad pertama dan kedua hijriyah dengan berbagai aliran, seperti :madinah, Bashrah, Kuffah, Mesir

III. PENUTUP

KESIMPULAN
           
Tasawuf Islam adalah bersumber dari agama Islam sendiri, dari Alquran al-Karim, al-Hadits, contoh kehidupan Rasulullah SAW dan kehidupan para sahabat beliau. Dalam perkembangannya, tasawuf berasal dari sebuah gerakan zuhud yang kemudian berkembang menjadi suatu disiplin ilmu tersendiri, ada yang mengatakan tasawuf terpengaruh dari unsur Nasrani, Persia, India filsafat, dan lain sebagainya. Namun terlepas dari semua itu, pada kenyataannya tasawuf merupakan sebuah disiplin ilmu tersendiri yang maisng-masing zaman mempunyai corak dan karakteristiknya masing-masing.
Pada awal pembentukannya yang dimulai sekitar abad I dan II Hijriyah, dengan tokoh-tokohnya yang bersinar antara lain Hasan al-Basri, Ibrahim bin Adham, Sufyan al-Sauri, dan Rabi’ah al-Adawiyah. Pada masa ini kata zuhud lebih populer ketimbang kata tasawuf.
Kemudian tasawuf pada abad III dan IV Hijriyah lebih mengarahkan pada ciri psikomoral dan perhatiannya diarahkan pada moral serta tingkah laku sehingga sudah merupakan mazhab, bahkan seolah-olah agama yang berdiri sendiri. Ada 2 aliran yang berkembang yaitu tasawuf sunni dan tasawuf semi falsafi. Masa ini dinamakan dengan masa pengembangan.

DAFTAR PUSTAKA

http://kumpulanmakalahkuliah.blogspot.co.id/2013/09/pengertian-tasawuf.html
http://konsultasi-hukum-online.com/2013/06/sejarah-kelahiran-ilmu-tasawuf/
http://ukonpurkonudin.blogspot.co.id/2011/09/sejarah-munculnya-tasawuf.html

Komentar

Postingan Populer